Thursday, February 12, 2015

Banjir dan Sejarah kota

Kali Semarang Dari Gang Lombok 1987

Sudah menjadi hukum alam bahwa kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dengan air. Tidak hanya dalam soal badani yang diterjemahkan menjadi ‘Air untuk diminum’ sampai dengan 'air untuk cuci bila hajat telah selesai’, tetapi air juga menjadi sarana pengairan sawah-ladang agar tanah tetap subur. Selain itu, air dalam volume yang besar dan mengalir dengan arah tertentu di suatu tempat yang dieebut dengan sungai, juga berfungsi sebagai prasarana transportasi. Tidak dapat dilepaskannya antara air dengan kehidupan manusia, dalam satu sudut pandang perkotaan terlihat pada manfaat satu allran sungai terhadap fungsi-fungsi kehidupan kota itu sendiri.

Bukan hanya kota-kota di pesisir utara pulau Jawa saja yang memiliki konsentrasi pertumbuhan pemukimannya di dekat sungai. Di Eropa, embrio pemukiman di kota-kota besarnya tidak lepas dari fungsi sungai-sungai tersebut bagi urat-nadi kehidupan manusia. Salah satu kebanggaan kota Paris misalnya, adalah sungai Seine yang membelah kota dengan delta (pulau kecil) di tengah-tengahnya. Bahkan di satu negara kota di Asia Tenggara, Singapura, dikenal sungai Singapura yang disebut-sebut sebagai tempat mendaratnya Stamford Raffles untuk pertama kali di tahun 1819. Tidak heran jika hotel New Otani yang berdiri di dekat sungai tersebut membanggakan diri sebagai hotel yang dikelilingi bangunan-bangunan kuno di sekitar sungai sebagai ciri-ciri kehidupan masa lalu Singapura.

Demikian pula dengan Semarang, Kota perbukitan yang sekaligus juga kota-dataran rendah ini, ternyata memiliki embrio kota pada aliran sungai yang sekarang kita sebut sebagai 'Kali Semarang'. Sungai yang mengalir dari hulunya di kali Garang dan membelah pusat kota yang berkepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/ha dan kepadatan bangunan 67 rumah/ha, di masa lalu bukan hanya menarik bagi para penguasa dari dinasti Mataram untuk mendirikan istananya di dekat kali ini.Juga, para pedagang dari Tiongkok yang bermukim turun-temurun di Semarang mendirikan rumah dan kuilnya di sini, Tidak ketinggalan pula Belanda yang mendirikan benteng pertamanya di Semarang juga di tepi sungai ini (daerah Sleko sekarang).

Pada peta tahun 1695 misalnya, diketahui bahwa di tepi kali Semarang telah muncul Kabupaten, Benteng Belanda dan Pemukiman Tionghoa lengkap dengan kuilnya. Kemudian di peta tahun 1719 nampak telah tumbuh pemukiman masyarakat Jawa di sekitar pertigaan jalan Depok-jalan, Imam Bonjol. Semua itu mendahului adanya pemukiman di Bukit Candi ataupun pelabuhan Tanjung Mas di sebelah Utara. Dari studi komparasi dari peta paling kuno yang didapat hingga kini, diketahui bahwa pertumbuhan kota Semarang yang ditarik oleh tiga magnit, ke Timur, selatan, dan Barat terungkap daerah tertua dari kota ini pada penggal Kali Semarang mulai dari Jembatan di Jl. Ki Mangun Sarkoro hingga Sleko.

Terlepas dari sejarah kota yang sangat menarik untuk diamati dari segi Historis-Anthropologis satu kenyataan yang membuktikan bahwa air tldak selamanya memberl kesejahteraan bagi umat manusla, adalah Banjir. Tidak usah dua harl dua malam, cukup dua jam saja Semarang yang indah ini akan kebanjiran, sehingga boleh dibilang bukan perkara luar biasa bagi warga kota yang berhuni dl atas tanah yang memiliki topografi rendah, bila setelah hujan deras, lantal rumahnya berubah menjadi kubangan air kotor yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

No comments:

Post a Comment