Thursday, February 12, 2015

Pengamatan Langsung

Kali Semarang 1987

Semula, kami menduga bahwa perubahan tata ruang dl Kali Semarang dapat dideteksi dari perubahan tata ruang dalam dari rumah-rumah yang terpotong. Artinya, jika sebelum normalisasi rumah-rumah itu membelakangi sungai dan menghadap ke jalan kampung yang sempit, maka setelah normalisasi, dengan adanya jalan inspeksi justru berganti arah yaitu menghadap ke sungai dengan jalan inspeksi sebagai magnit perubahan orientasi rumah. Sehingga jika dulunya dapur yang berdekatan dengan sungai, setelah normalisasi berubah menjadi ruang tamu. Sebaliknya yang dulu ruang tamu akan menjadl dapur, dan seterusnya. Untuk itulah kami menentukan 30 sampel rumah dengan pembagian jumlah, separo rumah semi-permanen dan separo lagi rumah permanen,

Tetapi, ketika survey lapangan dilaksanakan gambaran pendekatan studi ini mengalami kesulitan besar. Jelasnya, bagi rumah-rumah semi-permanen yang berbatasan langsung dengan sungai telah tergusur. Tinggal rumah-rumah yang semula terletak beberapa meter dari bibir sungai. Orientasi rumah-rumah semi permanen ini bermacam-macam, ada yang membelakangi sungai, bersebelahan dengan sungai, ataupun menghadap ke sungai. Sedang rumah-rumah permanen yang semula membelakangi sungai (di Jl Gang Warung, Jl. Petudungan, dan Jl. Kali Kuping) seba-gian besar harus dirobohkan untuk jalan inspeksi dan hanya beberapa yang terpotong.

Karena itu, penelitian pada penggal Kali Semarang yang terbagi menjadi empat kalurahan (kalurahan Kranggan, Gandek Puspo,Sumeneban, dan poerwodinatan) ini tidak dapat konsisten dengan rencana sampel semula. Sehingga perincian sampel menjadi sebagai berikut:
  • Kalurahan Sumeneban : 5 rumah permanen (di Jl Gang Buntu, Jl* Gang Lombok, Jl. Gang Warung ) dan 8 rumah semi permanen.
  • Kalurahan Gandek Puspo : 7 rumah permanen (Jl Petudungan) dan 5 rumah semi-permanen.
  • Kalurahan Kranggan : 5 rumah permanen (di Jl Kali-Kuping)

Dari survey lapangan ini pula terungkap bahwa di jalan Petudungan dari 30 rumah permanen yang membelakangi sungai hanya 8 rumah yang terpotong, Itupun 3 di antaranya hanya tersisa 2 - 4 meter. Sedang kira-kira 22 rumah yang lain habis untuk jalan inspeksi, Di jalan Gang Warung, dari 24 rumah yang membelakangi kali Semarang hanya 5 rumah yang terpotong, sementara 19 lainnya juga habis untuk jalan ins¬peksi. Di Kalurahan Kranggan ada 10 rumah yang terpotong, sedans yang habis untuk jalan inspeksi tidak ada.

Rumah-rumah permanen yang terpotong ini (23 rumah) yang diambil untuk sampel hanya 16 rumah. Dan dari ke enam belas rumah ini hanya satu yang akan memanfaatkan adanya jalan inspeksi sebagai orientasi rumah. Sedang lainnya masih ragu-ragu atau tidak sama sekali. Sementara itu, rumah-rumah semi-permanen yang tersebar di kalurahan Sumeneban dan Gandek-Puspo, sebagian dari sampel yang kami ambil (13 ru¬mah) memang berkeinginan memanfaatkan jalan inspeksi sebagai orienta¬si rumah) tetapi masih menunggu rezeki, dengan kata lain tidak dalam tempo dekat ini. Mengenai status penghunian dari keseluruhan sampel) ternyata 78% merasa memiliki rumahnya, sedang 22% menyewa. Tetapi anehnya, hanya 50% saja dari sampel yang bersertifikat, separonya lagi berstatus bangunan liar.

Masyarakat kita berbeda dengan mereka yang hidup di negara maju. Sungai Seine di Paris walaupun di tepinya juga dipadati dengan bangunan, tetapi kesadaran warga yang tinggi akan keindahan kotanya, aam-pu membuat aungai tadi sebagai tempat wisata. Lain dengan warga Semarang yang rata-rata masih rendah kesadaran akan arti pentingnya kebersihan dan keindahan kota, menjadikan penataan kota ini bukan perkara gampang.

No comments:

Post a Comment