Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Bagi kita, sebenarnya abad informasi sudah ada semenjak dulu. Seperti di Jawa Tengah dan Yogyakarta, sudah lama orang menganggap peristiwa maupun hal - hal tertentu dapat menjadi proyeksi akan sesuatu yang mungkin abstrak dan terjadi di masa mendatang. Mereka menyebut informasi terselubung ini sebagai 'pralambang' atau 'pasemon'.
Dalam cerita tentang asal usul raja - raja Mataram misalnya, dituturkan bahwa Ki Ageng Pemanahan ketika meminum air kelapa yang ditinggal oleh Ki Ageng Giring, mendapatkan tanda dari suatu suara bahwa. keturunannya akan menjadi raja - raja di Jawa.
Seakan-akan pralambang atau pasemon menjadi satu hal yang wajar dalam alur kehidupan kita. Begitu pula, di dalam perilaku sehari - hari dikenal beberapa hal yang tabu, seperti tidak boleh memegang kepala orang yang lebih tua tanpa alasan yang sungguh - sungguh berarti. Pelanggaran hal - hal yang tabu dipercayai akan mengundang akibat buruk di masa datang.
Demikian pula menjadi satu hal tabu, jika di dalam pergaulan tidak mengenal unggah - ungguh. Selain larangan keras mempergunakan tangan kiri untuk
menerima atau memberi sesuatu kepada orang lain, juga dianggap tidak sopan jika secara terang - terangan mengemukakan ketidaksenangannya terhadap orang lain. Sehingga di dalam pewayangan diperlukan satu babak yang disebut 'goro - goro', wahana untuk mengritik secara halus yang tidak terang - terangan.
Dalam cerita tentang asal usul raja - raja Mataram misalnya, dituturkan bahwa Ki Ageng Pemanahan ketika meminum air kelapa yang ditinggal oleh Ki Ageng Giring, mendapatkan tanda dari suatu suara bahwa. keturunannya akan menjadi raja - raja di Jawa.
Seakan-akan pralambang atau pasemon menjadi satu hal yang wajar dalam alur kehidupan kita. Begitu pula, di dalam perilaku sehari - hari dikenal beberapa hal yang tabu, seperti tidak boleh memegang kepala orang yang lebih tua tanpa alasan yang sungguh - sungguh berarti. Pelanggaran hal - hal yang tabu dipercayai akan mengundang akibat buruk di masa datang.
Demikian pula menjadi satu hal tabu, jika di dalam pergaulan tidak mengenal unggah - ungguh. Selain larangan keras mempergunakan tangan kiri untuk
menerima atau memberi sesuatu kepada orang lain, juga dianggap tidak sopan jika secara terang - terangan mengemukakan ketidaksenangannya terhadap orang lain. Sehingga di dalam pewayangan diperlukan satu babak yang disebut 'goro - goro', wahana untuk mengritik secara halus yang tidak terang - terangan.
No comments:
Post a Comment