Friday, February 13, 2015

Masterplan vs Penyimpangan

Sodom dan Gomora: Kiamat

Peradaban manusia berawal dengan nomaden, kemudian membangun desa dan akhirnya berkembang menjadi kota. Namun kota yang selalu menjadi daya tarik urbanisasi orang desa, tidak selalu menjadi lahan yang memberi masa-depan yang cemerlang. ‘Kiamat’ barangkali kata paling tepat untuk merujuk berakhirnya satu kehidupan kota. Mulai dari Pompei yang hancur karena meledaknya gunung Visuvius, hingga Sodom dan Gomora yang dikutuk Tuhan karena bejadnya moral penghuninya. Namun kata kiamat tidaklah tepat untuk merujuk Semarang yang tumbuh dari sel-sel kehidupan urban yang jauh lebih manusiawi dari pada hancurnya kota (peradaban manusia) seperti terlukis di dalam film Terminator II the judgement day ataupun Mad Max. Untuk itu, berbicara tentang masa depan Semarang ada baiknya memberikan argumentasi obyektif yang dapat diperdalam melalui penelitian sehingga muncul satu konsepsi kota masa depan yang optimis.

Semarang memang telah memiliki satu pedoman pembangunan dalam jangka 25 tahun. yang tertuang di dalam masterplan atau Rencana Umum Kota. Tetapi RUK yang harusnya memiliki satu garis yang relatif lurus menuju ke satu tujuan telah mengalami penyimpangan yang tidak hanya dalam skala kecil lebih dari itu merubah satu struktur kota. Misalnya; Simpang Lima yang menurut RUK seharusnya merupakan pusat kebudayaan, ternyata sekarang menjadi pusat perbelanjaan. Kedua, Jalan lingkar Utara yang menurut rencana dimulai dari Karangayu ternyata bergeser ke Barat mulai dari Bundaran Kalibanteng yang mengakibatkan penggusuran perumahan Cakrawala pada waktu itu. Demikian pula dengan daerah perbukitan di bagian selatan kota yang dulunya akan dikonservasikan ternyata sekarang untuk perumahan.

No comments:

Post a Comment