Thursday, February 12, 2015

Hindia Belanda


 Stasiun Tanggung

Pada akhir abad 18 VOC gulung tikar, akibatnya pemerintahan diambil alih oleh pemerintah Belanda dan Nusantara menjadi Hindia Belanda. Di Semarang terjadi banyak hal yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Benteng tembok yang mengelilingi kota Belanda tadi diruntuhkan di awal abad ke 19 tatkala Daendels, gubernur Hindia Belanda (1808 – 1811) membangun jalan arteri, yang dinamai Jalan Raya Pos menguhubungkan antara Anyer di Jawa barat dan Panarukan di Jawa Timur, melalui Semarang. Jalan arteri ini menjadi Bojongsche weg dan Herren Straat yang membelah kota Belanda. Setelah itu pihak kotapraja memperluas kota Belanda ke Barat di sepanjang Bojongsche weg dan area di Timurnya.

Dari tahun 1825 sampai dengan 1830 terjadi pemberontakan Diponegoro yang menghancurkan keuangan Belanda. Untuk menghindari pemberontakan yang kuat lagi, maka Belanda memberlakukan sistem Wijkenstelsel yang memisahkan permukiman–permukiman berdasarkan etnisitas.10) Konsekwensinya, para imigran baru dari Tiongkok  yang datang ke Jawa di awal abad ke 19 dan tinggal di desa-desa bersama masyarakat Pribumi, harus pindah ke kamp Pecinan yang diperluas ke utara. Mereka harus membawa surat jalan agar bisa bepergian keluar dari Pecinan. Akibatnya Pecinan menjadi semakin padat dan tidak sehat lingkungannya.

Perang Diponegoro yang merepotkan keuangan Belanda, memberi dampak yang negatif terhadap kondisi ekonomi. Untuk menyembuhkannya, Belanda   memberlakukan Cultuurstelsel, Sistem tanam yang memaksa petani menanam tanaman eksport diatas seperlima tanahnya atau bekerja 66 hari di perkebunan pemerintah. Sistem ini tentu saja sangat menekan rakyat  dan membuat daya belinya menurun. Sebagian besar dari mereka sangat miskin dan tak mampu membeli komoditas dari importir Belanda. Walaupun pemerintah kolonial mendapat keuntungan besar dalam ekspor, daya beli rakyat yang lemah menciptakan kondisi ekonomi menjadi semakin memburuk dan hampir setiap pengusaha termasuk pemerintah sendiri menderita kerugian. 11)

Sementara itu di tingkat internasional terdapat kesempatan untuk memperbaiki kondisi ekonomi ini karena perdagangan antara Eropa dan Asia menjadi semakin mudah dengan dibukanya terusan Sues di tahun1869. Karena itu, pemerintah kolonial mengubah policy dengan menghapus Cultuurstelsel dan mengijinkan pihak swasta, termasuk orang Tionghoa, untuk menanam modal di bidang agrobinis.12)

Policy baru ini tentu saja memberikan dampak yang positif kepada situasi ekonomi di Jawa. Banyak gedung-gedung perkantoran dibangun dan Industri berkembang. Semarang tumbuh dengan cepat, menjadi lahan baru bagi berbagai macam pekerjaan dan pemukim baru dari pedesaan membanjirinya. Selaras dengan perkembangan ini berbagai infrastruktur baru dibangun, termasuk jaringan rel kereta api yang menghubungkan Semarang dengan kota-kota kecil di pedalaman (1872); sebuah pelabuhan yang dinamai Kali Baru di buka (1875); Banjir kanal Barat dibangun dengan memotong Sungai Semarang untuk menanggulangi banjir (1880); dua puluh tahun kemudian (1900) di sebelah timur kota dibangun Banjir kanal Timur; dan beberapa jalan dibuka (1901) seperti Pieter-Sythoff-laan – Randoesari – Hoogenrandelaan (sekarang dinamai jalan Pandanaran dan jalan A. Yani) di Selatan menghubungkan ujung Barat daya Bojongsche weg, Jalan Karangturi dan Karre weg (sekarang Jalan Dr. Cipto) (1870) di sebelah Timur.13) Dengan dibukanya Pieter-Sythoff-laan merupakan cikal-bakal pertumbuhan kota yang sangat penting hingga sekarang.

No comments:

Post a Comment